Saturday 16 January 2010

Dia suka mengumpat. Bukan tanpa alasan. ya?

Fuck,Damn ,Asshole..boleh dong mengumpat. Umpatan ini tak tertuju pada anda yang membaca.
Terkadang keluhan harus dikeluarkan, tapi bagaimana jika tak ada ruang untuk itu?.
ini menjadi ruang bagi dia, anda dan mereka.
Mengumpatlah, kau senang melakukan itu. Aku juga senang mengumpat.



Tapi terkadang tak tertuju pada suatu apa.
Ini hanya kekesalan yang tertahan begitu lama, keadaan tak mungkin di persalahkan.
Malam itu ia menerima pesan singkat yang menghentakkan dada, memicu emosi jiwa. Dan keluarlah umpatan itu.
Kau, ya kau cobalah sekali saja mengumpat. Sesak didada itu tak hilang, hanya berkurang.
Sedikit saja, tidak membantu memang. Tapi dia merasakan manfaatnya, begitu katanya.
Dia begitu kesal, orang itu memang telah banyak sekali membantunya. Tapi itulah manusia, selalu merasa superior diantara sesamanya.
Sedikit berlebih, terasa diri bagai pemilik dunia. Seolah semua hendak di hitung dengan rupiah, serasa masalah selesai dengan rupiah.
Dia tak bisa berbuat apa, akibat budi yang tersisa. Itulah manusia, bukan nabi yang membantu tanpa pamrih. Tapi selalu mengaku menjadi pengikut nabi, namun dengan segala kejelekkan setan yang mengiringi.
Tapi dia mengaku lelah, terkadang. Ia ingin menghentikan roda itu, yang di sebut waktu.
Ini sudah terlalu jauh, kita kembali pada umpatan.
oya, dia bercerita ingin mengumpat orang yang telah membuatnya berhutang budi.
Dia ingin,sekali saja menjadi superior dari orang yang menolong nya dulu.
Bukan tanpa alasan, karena terlalu lelah terinjak.
Nalurinya membuat dia ingin berontak.
Apakah dia di ijinkan membunuh?