Monday, 13 December 2010

semalam di pagai selatan part 4 nyamuk mentawai, hypothermia dan bivac

…Dan…akhirnya saya mencipipi cumi bakar mentawai, wow,,,mengejutkan, enak lho rasanya…hahaha. Apa karena saya laper…? (Anyway..thanks cuminya, ga amis,mungkin resto2 sea food bisa mencontoh cara masak seperti ini, biar ga amis hihi…)…..



Makan malam selesai, badan mulai gatal. Semakin malam, angin semakin kencang dan dingin. Baju dibadan tak kunjung kering. Pelampung tetap saya kenakan, perintah dari kepala rombongan, seandainya dalam keadaan tertidur (kayak yang bisa tidur aja hehe), air laut pasang, maka kita tetap aman dengan pelampung terpasang.
Positif, kami tidak akan di evakuasi malam ini. Dari kejauhan saya bisa melihat langit gelap, awan hitam menggantung. Badai sepertinya akan segera datang. Pak Erick akhirnya juga sudah menghubungi atasannya di Posko Sikakap, Pak Iskandar Siregar. (saya juga masih punya cerita, bagaimana kami akhirnya bisa ikut ke Pororougat).
Saat kami tengah menghangatkan badan didekat api unggun, tiba tiba terlihat lampu kerlap kerlip, dari arah utara tempat kami bermalam. Sepertinya lampu kapal, beberapa anggota SAR bergegas member sinyal balasan menggunakan lampu helm mereka sambil berlari mendekati arah pantai. Tapi sayang, sepertinya kapal tersebut tidak melihat sinyal dari kami. Setelah beberapa menit, lampu ditengah laut itu tidak terlihat lagi. Pupus sudah harapan.
Tapi informasi yang saya dapatkan setelah kembali ke Sikakap, ternyata dihari itu juga, Pemred ANTV, Uni Lubis sudah mengusahakan helicopter PMI untuk mengevakuasi kami ke esokkan hari. Sebelumnya malam tersebut, informasi yang saya peroleh dari Pak Erick, KRI Cirebon rencananya juga akan mengevakuasi kami malam itu, tapi cuaca tidak memungkinkan untuk berlayar. Kesalahan saya, karena buru buru berangkat, tidak mencari informasi cuaca tanggal 1 November tersebut. Ternyata memang ada informasi badai yang akan terjadi diperairan Mentawai hingga 4 November 2010.
Jadilah malam itu kami menetap dipulau tanpa tenda, menunggu besok pagi untuk di evakuasi.
Menjelang malam, saya duduk di bawah pohon kelapa di dekat api unggun. Setiap setengah jam, hujan turun, badan mulai menggigil. Beberapa orang sudah mengambil posisi untuk tidur di bivac darurat yang dibuat sore hari. Mata mulai mengantuk, tapi mau tidur ga bisa, akhirnya saya memilih duduk di dekat api unggun, sambil membayangkan kasur empuk kesayangan saya ..hikss sedih sebenarnya.
Sementara wartawati Fajar Makassar, yang kebetulan nama nya sama, Anggi, sudah mengambil posisi tidur di dalam bivac, memaksakan diri untuk tidur. Sesekali saya mendengar suara dengkuran dari dalam bivac, entah siapa. Ternyata jalan kaki yang panjang membuat mereka mengalahkan nyamuk nyamuk mentawai dan tertidur pulas. Sebagian lain duduk di api unggun lain. Ada dua api unggun yang dinyalakan. Hujan tak berhenti turun, baju saya kembali basah, angin bertiup semakin kencang. Saya merapat ke dalam bivac, mengambil posisi di sebelah Anggi Fajar Makassar. Tidur berdekatan, lumayan untuk menghangatkan badan. Mantel hujan saya kenankan. Tidur dengan tetesan hujan di kepala. Oh God!!! Pengalaman yang luar biasa saya rasakan untuk pertama kali dan semoga terakhir ya..
Tidur dengan kaki terlipat. Sesekali meluruskan kaki di atas rerumputan, ada binatang yang merayap di kaki saya, lipat lagi kakinya hehe. Ampuuunn.. nyamuk mentawai luar biasa. Bahkan satu minggu setelah kembali dari Mentawai, kaki saya yang bentol masih terasa gatal luar biasa.
Pukul satu malam saya masih terjaga dengan posisi berbaring. Hujan masih terus turun di sertai angin, malam semakin dingin. Salute untuk salah satu rombongan asal Papua, yang terus menjaga agar api unggun tetap menyala untuk kami. Semakin malam semakin menggigil, tidak hanya gigi saja germertak berbunyi tapi seluruh badan shaking, gemeteran seluruh badan. Untung tidak mengalami hypothermia , penurunan suhu tubuh dari suhu normal. Hypothermia biasa dialami para pendaki gunung dan sudah banyak pendaki gunung yang meninggal akibat ini. Setelah kembali ke Jakarta, saya mencari informasi terkait Hypothermia, ngeri, ternyata dengan kondisi kami bermalam dengan pakaian basah, hujan dan angin, sangat rentan terkena hypothermia. Syukurlah kami semua sehat walafiat dan lagi lagi terimakasih untuk tim SAR asal papua yang menjaga api untuk kami.
Akhirnya malam itu saya lalui antara tidur dan tidak tidur, ditemani hujan dan menggigil.
Alhamdulillah,keesokkan harinya kami semua masih bisa menghirup udara pagi, meskipun kondisi fisik dan mental menurun.
Pagi itu dengan mata sembab kurang tidur, semua semangat. Ada yang semangat berharap boat kami datang, ada yang semangat melanjutkan berjalan kaki kea rah selatan, ke Pororougat. Saya semangat untuk kembali ke Sikakap dengan harapan ada yang mengevakuasi kami segera. Terus terang badan terasa letih dan perut lapar.