Tuesday, 27 December 2011

Januari, tanggal 1.

Cinta itu, seru diawal. Dimasa kamu mengejarnya, pasti terasa luar biasa.
Cinta itu, seumur jagung, rasanya bulan madu, indah setiap detik.
Cinta itu, 6 bulan di awal belum terasa bosan, karena semua manis terlihat.


Cinta itu.... Iya, yang aku tahu hanya sampai disitu.
Karena aku tak pernah membiarkan cintaku lebih dari 6 bulan.
Karena kata mereka, lebih dari itu, hanyalah basa basi dan saling memenuhi kewajiban.
Aku memilih tidak mau membuktikan kata mereka.
Jadi yang aku tau cinta itu hanya sampai Juni..
Okay, 2 jam lagi bulan Juli. Aku mau berburu cinta baru dulu.
**


Aku Juga Mencintaimu

Hujan rintik rintik saat ia menunggunya di loby kantor itu. Sambil sesekali menghisap dalam dalam rokok di sela jari, ia melempar senyuman paling manis, untuk sang kekasih, yang sedang bekerja dari box kaca, cuap cuap sendiri.


Kekasihnya penyiar kondang sebuah radio, ternama dikota mereka.
Tepat pukul sembilan malam, hujan semakin deras, sang kekasih selesai bertugas.

"Pak Djusman, saya pulang dulu ya. Ini uang untuk makan malam, kalau lapar", gadis cantik itu meninggalkan beberapa lembar untuk satpam kantor yang sudah tua.
Kemudian berlalu menuju sesosok di depan loby, dengan kemeja yang sudah basah kuyup.

Kedua nya menembus hujan deras, berpegangan tangan, hujan seolah tak pernah turun.
Pak Djusman tersenyum melihat polah kedua remaja itu.
**
Setiap kali ia mengatakan betapa besar cinta nya pada sang gadis, setiap kali itu juga bibir manis itu hanya memberikan senyum, tanpa kata.
**
Berulang kali potongan cerita itu muncul. Aku berusaha keras mengingat satu per satu perisitiwa indah itu. Tapi semakin keras aku berusaha, semakin sedikit yang ku ingat. Semakin besar rasa sesal terbersit.

**
Kini berganti, aku yang mengunjungi tempat itu. Tak kulihat pemuda itu menunggu kekasihnya seperti biasanya. Tak ada juga gadis manis itu cuap cuap dibalik box kaca.

Tapi hari itu loby kantor itu ramai sekali. Dan penuh karangan bunga.
Bunga yang biasa dikirim untuk ucapan belasungkawa.
Aku terkejut, ada namaku di karangan bunga itu.
Aku, mati? Aku sudah mati?
Bagaimana mungkin aku mati jika dalam 3 tahun ia mencintaiku,tapi tanpa ada satu ucapan bahwa aku mencintainya sama sekali. Rasa sesal luar biasa muncul.
**
Bagaimana aku mati? Aku bertanya pada malaikat.
**
Dihari terakhir ia mengatakan cinta padamu, adalah hari terakhirnya hidup.
**
Kamu tahu kapan jadwalnya harus ke dokter dan memeriksakan penyakitnya?
Sesaat setelah mengantarmu bekerja.
**
Kamu tahu kapan ia harus minum obatnya?
Sesaat setelah memastikan kau aman sampai dirumah.
**
Kamu tau obat apa yang membuatnya bertahan hidup?
Kebahagiaanmu dan saat kau tersenyum.
**
Tapi coba kau ingat ingat,kapan kau benar benar mengatakan kau mencintainya?
**
Belum, belum pernah kukatakan.
**
Masih belum ingat ,bagaimana kau mati?
**
Belum.
**
Aku ceritakan, atau kau ingat sendiri?
**
........
**
Baiklah. Dihari kematiannya, kau baru tau semua tentang dirinya dan penyakitnya, setelah 3 tahun.
Kau menyesal, tak sempat ungkapkan bahwa kau juga mencintainya.
Dihari itu juga,kau putuskan untuk mati. Dan menyampaikan cintamu padanya.
**
Aku terdiam. Dikejutkan tangan dingin menyentuh bahuku. Tangan yang aku kenal. Tangannya.
Akhirnya, "aku juga mencintaimu".
Apa ini yang disebut Cinta sampai mati?



dwi anggia and the world in the mirror: Kertas Merah Muda

dwi anggia and the world in the mirror: Kertas Merah Muda: Waktu,waktu hari ini berjalan sangat lambat. Begitu lambatnya,sehingga aku bisa menghabiskan satu buku setebal, setipis 155 halaman, hanya d...

Kertas Merah Muda

Waktu,waktu hari ini berjalan sangat lambat. Begitu lambatnya,sehingga aku bisa menghabiskan satu buku setebal, setipis 155 halaman, hanya dalam 1 jam lebih,menuju 2 jam.




Membaca tulisanmu, mengingatkan aku pada cinta pertamaku. Saat itu kami masih berseragam putih biru.

Ia setengah berlari menghampiriku,memegang secarik kertas.
"I love you", itu tulisan yang tertera disana.
Dengan wajah tersipu, ia segera meninggalkanku, menuju Icad, temannya yang berbadan bongsor.

Aku masih terdiam, di ujung gerbang sekolah, menghadap hamparan rumput lapangan bola milik sekolah. Hari itu aku berbunga, cinta pertama luar biasa.
**
"Kriiinggggg" bel tanda pelajaran pertama dimulai. Sambil menaruh tas hijau kulit bermerek contempo, aku menaruh buku pelajaran di laci meja.
Saat itu juga tanganku menyentuh sebentuk amplop halus.
Segera kutarik tanganku, dan seketika wangi menempel dijariku.

Penasaran sambil mendongak ke laci meja sekolah, aku merogoh laci itu.

Tak salah, sebuah amplop berwarna merah hati, bertuliskan namaku, dengan tinta merah.
Berdegup kencang, aku membuka amplop itu. Selembar kertas wangi, dan secarik kain.
Ah bukan kain, itu sapu tangan merah muda, dengan jahitan tangan namaku di salah satu sudutnya.
Manis.
Tak sabar kubaca surat itu.
" Dear, you ..."
Isinya layaknya orang tengah jatuh cinta. Bedanya,ini surat cinta anak seragam biru putih, sehingga ada gambar mobil di bawahnya, dengan plat nomor, singkatan nama nya dan namaku.
"Kriiingg..." Bel tanda berakhirnya pelajaran hari ini. Secarik kertas dengan balasan manis, sudah kutinggalkan disudut laci sekolah...

Aku yang kecil,mulai mengenal cinta.
**

Keesokan harinya, sebelum meletakkan buku pelajaran di dalam laci, aku memeriksa nya terlebih dahulu.
Hmmm.. Amplop selanjutnya. Selain surat, ada sebuah kertas bertuliskan namaku yang dilaminating. Warnanya merah muda,lagi.
Dari sini aku mengerti mungkin warna merah muda, adalah warna orang yang sedang jatuh cinta.

Meski setelah dewasa,tidak demikian yang aku dapati.
**
Hari demi hari, semua surat itu, menumpuk di dalam sebuah plastik, di ujung bawah tempat tidurku. Rapi dan tetap wangi.

Satu hari, kami berjalan beriringan, searah, tanpa kata. Hanya saling senyum, melirik dan tertunduk.
Jalan itu terasa sangat pendek jika aku berjalan beriringan dengannya.
Kami beriringan, tapi dipisahkan dua lajur jalan. Ya beriringan disisi jalan yang berbeda.
Itulah cinta murni yang mungkin pernah aku rasakan.
Sambil menarik nafas panjang dan tersenyum, aku mengingat semua.

Dan hari ini, aku kembali menerima surat darinya. Deg deg deg.. Rasa itu kembali ada, muncul, rasa yang aku punya bertahun tahun lalu.
Kubuka, kertas merah muda, kertas yang katanya untuk orang kasmaran. Ada namanya, alamat, dan tanggal yang tertera.
Ia memang tengah kasmaran, dan akan menikah. Aku membaca undangannya.
Tanpa suara, hanya rasa sesak didada.
**
Undangannya kuselipkan di dalam bukumu.