Saya kembali terjaga dan menatap dari balik dunia cermin, tertampar, ada tulisan ini:
"Sebagai rasa simpati memberikan sumbangan sebesar Rp 10 juta rupiah," kata Kepala Biro Pers dan Media Istana Kepresidenan, DJ Nachrowi saat dihubungi detikcom, Jumat (10/9/2010). Dia menjelaskan, bahwa Joni meninggal bukan saat berada di dalam Kompleks Istana Kepresidenan. Tetapi saat tengah berada di depan kantor Setneg.”
Helooow mau di Kompleks Istana Kepresiden kek, mau di depan Kantor setneg kek!!! Joni malela mati!!! Sudahkan ini terdengar sedikit lebih keji? Mati. Sudahkah saya terkesan sedikit lebih keji dari pada mereka yang membiarkan orang cacat antre dengan ribuan orang lainnya untuk bersalaman di SBY?.
Bapak, Ibu, rakyatku Indonesia, kita akan di tertawakan orang lain, mati hanya sia sia. Tapi saya sejenak mencoba menempatkan diri sebagai warga yang antre dibalik pagar istana itu. Saya punya sejuta harapan di benak, jika bertemu presiden. Pak bantu kami si miskin, pak beri uang kami si miskin, pak biaya pendidikan jangan mahal mahal, pak harga beras dan minyak mencekik, pak kami tak mampu beli daging, pak makan ayam goreng adalah hidangan mewah yang setahun sekalipun belum tentu kami rasa.
Pak, ada berjuta tuntutan dari rakyat yang mendudukan anda, di dalam istana, dari mereka yang terpesona penampilan dan buai janji anda saat kampanye. Sudahkah sedikit anda tepati, sudahkah sedikit anda sejahterakan mereka. Joni tak akan buang nyawa nya sia sia, kalau saja orang cacat terperhatikan. Joni dan ribuan warga tak akan antre, kalau saja saat lebaran itu perut mereka terisi dan menikmati sepotong daging atau segenggam yang bukan nasi aking.
Rakyat anda miskin pak. Dan itu tidak sediki, harapan membuncah saat anda mengadakan open house yang hanya merupakan tradisi tahunan. Open house, yang setelahnya anda hanya merasa lelah, cuci tangan, istirahat tanpa membayangkan dengan apa rakyat itu akan pulang, apakah dirumah mereka masih ada makanan untuk satu dua hari mendatang.
Oya, tapi kami masih berterimakasih, ada sepuluh juta penyantun nyawa joni. Sepuluh juta, yang istri joni pun tak berani memegangnya sehingga dititipkan pada polisi.
"Uang santunan sudah dipegang ibu. Tapi karena takut tidak biasa pegang uang banyak jadinya dititipkan sama polisi," terang saksi mata dan orang yang menolong Joni di Istana Negara, Waiman saat ditemui di RSCM, Jakarta Pusat, Jumat (10/9/2010).”
Pak, bu , sudah ya, menjaga hubungan baik dengan sesama manusia, bersilaturahmi memang di ajarkan dalam agama, tapi tidak untuk mati sia sia dengan sepuluh juta, demi bertemu dengan orang yang belum tentu mengundang secara terbuka. Ini formalitas, ini tradisi lebaran, open house. Tak akan mendengarkan keluhan, dari tahun ketahun terjadi. Banyak mungkin yang didengar dari rakyat, tapi adakah yang berubah?
“Terkait dengan meninggalnya Pak Joni, Bapak Presiden sudah mendengar kabar tersebut. Bapak Presiden menyampaikan ucapan turut berduka kepada keluarga korban yang sedalam-dalamnya," kata Juru Bicara Presiden SBY, Julian Aldrin Pasha kepada detikcom, Jumat (10/9/2010). SBY sangat menghargai dan mengapresiasi keinginan dari almarhum Joni untuk bersilaturahmi. Meskipun, SBY tidak pernah mengundang secara langsung.
Tapi paling tidak Joni Malela lepas dari derita hidup yang ia jalani,tak perlu lagi antre tahun depan demi mengeluhkan beratnya hidup di negeri ini bagi si miskin, pak Joni. Istirahlah dalam damai. Terimakasih pak'e. Terimakasih juga untuk yang telah menggelar acara open house.
2 comments:
miris....
rakyat masih buaanyaaakkk yang miskin..
kenyataannya begitu koq..
sangat... sangat... sangat menyukai tautan anda...
Post a Comment