Tuesday 28 September 2010

Tidur selamanya,untuk bisa bersama denganmu


Menatap ombak yang saling berkejaran di kakiku. Setiap jejak langkah hilang di sapu ombak. Aku berjalan di sepanjang sisi pantai. Angin pantai yang segar dan mentari pagi menemani langkahku untuk bertemu dengan nya. Ia terlihat begitu sempurna di balik balutan kemeja tipis putihnya.

Tersenyum menatapku dengan tangan terkembang, seolah tak sabar merengkuhku ke dalam pelukannya.
Tapi perjalanan dari ujung pantai ini terasa begitu berat. Tak segampang itu juga aku menyerah, karena aku tau apa yang menantiku di sana. Dia yang aku cinta dengan segenap jiwa.
Perjalanan panjang itu berakhir sudah, selangkah lagi tanganku menggenggamnya. Kami akan menari bersama di bawah mentari, diantara deburan ombak , di atas hamparan pasir putih. Tak ada waktu yang terlewati dengan kesendirian.
Setiap detik terisi dengan cinta. Karena aku tahu hanya dia yang ingin kulihat saat mata ini terbuka di awal hari dan dia yang akan menemani saat mata ini tertutup di penghujung hari.
Tangan ini hanya ingin menyentuh setiap sudut wajahnya. Setiap lekuk di tubuhnya, setiap guratan di yang ada padanya.
Bibir ini hanya ingin mengecup dirinya, dan menyebut namanya. Tanpa henti, tanpa batas waktu dan ruang.
Tapi apa yang terjadi? Aku terjaga, ternyata tak mudah menemui nya di dunia nyata. Aku rela harus tidur selamanya, jika itu satu satunya cara agar aku bisa bersama denganmu.



Hidup, Rasa, Hati, Cinta, Mati dan Kembali.


Satu persatu mereka berlabuh, sementara aku belum juga memiliki sauh. Kemana kapal ini akan sandarkan. Badai di hamparan laut luas ini semakin keras dan kejam. Tapi aku masih mencoba bertahan. Walau tidak prima, tapi aku masih bisa bertahan.




Jangan sia siakan kesempatan yang pernah datang, aku membiarkan mu menunggu terlalu lama, hingga kau lelah. Dan sekarang di saat aku menyadari, cinta itu telah pergi dan merangkul bahagia lain. Turut berbahagia untuk kebahagiaan mu.
Membiarkan yang sejati hanya untuk bermain main dengan kesenan gan, bukanlah harga yang pantas. Akhirnya aku harus berlayar jauh entah kemana, entah dimana, entah kapan akan berlabuh. Tak ada sauh yang tersisa, tak ada tempat tersedia.
Bertahan dengan segenap kuasa yang ada, menentang matahari, melawan arah angin, menentang perputaran waktu. Entah lah, hidup dan mati apakah hanya akan berlalu di lautan luas. Menjadi umpan hiu, membakar diri di bawah matahari.
Akhirnya aku berdiri di haluan kapal, menerjang angin yang membelai wajahku, menghirup asinnya udara laut, membentang tangan membelah bayu dan matahari. Menyaksikan dari hari kehari matahari mendaki dan kembali sembunyi di balik garis laut. Dengan kapalku, hingga akhirnya hanya bisa terombang ambing, di tengah samudera. Hingga waktu mengikis, hingga asa satu persatu terbang, hingga nafas berhenti, hingga kembali ke dasar laut.
Karena akulah si pengelana, hidup, rasa, hati, cinta, mati dan kembali.