Friday 3 December 2010

semalam di pagai selatan part 3. biskuit, nasi bungkus dan humut kelapa



…Sementara, kameramen saya Cecep Mahmud, berhasil berenang dengan satu tangan, sambil terus memegangi kamera agar tidak basah. Sungai terlewati, jalan kaki dilanjutkan kembali….
Sebelumnya saat menyebrang salah seorang anggota SAR, dr. Rizal dari PTI nyaris terbawa ombak di muara sungai. Untunglah tim yang lain,(kalau tidak salah, Pak Dedy, security PTI) dengan cekatan berenang dan menarik Dr. Rizal. Dan seluruh tim pun selamat tiba di seberang sungai. Semua peralatan kami basah, untung kamera PD 170 yang di bawa Cecep, masih bisa di operasikan, walaupun sebagian LCD nya sudah menghitam terkena air.


Tapi iPod kesayangan saya rusak, terisi penuh air laut .
Setelah beberapa menit beristirahat di seberang, kami kemudian melanjutkan perjalanan kembali. Cuaca masih tak menentu, panas - terik, kemudian mendadak mendung, badai dan hujan. Sementara kulit mulai perih, terutama kulit muka. Sedangkan kaki sudah mulai lecet, maklum saya hanya menggunakan sandal gunung dan celana pendek.
Hari sudah semakin sore, pukul empat lebih, kami berhenti sejenak, tepat nya di daerah sapiren yang berdekatan dengan daerah montei. Kepala rombongan Pak Erick memutuskan untuk bermalam di lokasi ini. Kenapa di tempat ini di putuskan bermalam? Karena pantai nya cukup landai, cukup memungkinkan bagi long boat untuk merapat. (tapi ternyata tidak..)
Setelah berhenti, saya sempat berbicara dengan kepala rombongan, ada baiknya kita melapor posisi dan minta di evakuasi besok. Karena kondisi logistik yang tidak memungkinkan, dan kita juga tidak memiliki tenda. Namun kepala rombongan mengatakan, tidak perlu, karena kondisi kita masih aman, dan kita tidak kehilangan kontak dengan pihak luar. Memang benar, tapi dengan kondisi fisik sudah lelah, makanan terbatas, dan menjelang gelap, paling tidak saya harus memberitahu kantor, posisi saya sekarang.
Berangkat dari Jakarta, kami di bekali sebuah telepon satelit. Saat itu juga saya ambil telepon satelit dari dalam tas dan mulai menyalakan telepon. Susah memang, tapi tak berapa lama, telepon satelait saya mendapatkan signal.
Yang pertama saya telepon adalah teman saya,temmy Saya sengaja tidak menelepon keluarga, agar mereka tidak panik. kepada temmy, saya beritahu kondisi terakhir kami yang sudah berjalan kaki kurang lebih 5 jam, minim logisitik, serta memberitahu koordinat lokasi terkahir saya.
Setelah itu saya menelepon kantor, produser Angghi Mulya Makmur. Hal yang sama saya sampaikan kepada angghi. Ia langsung mencari posisi saya melalui titik koordinat GPS yang kami berikan.
Koordinat terakhir :
South 02 derajat 59 menit 43,9 detik
East 100 derajat 11 menit 51 detik

Dari titik koordinat inilah kemudian Angghi mencari tahu posisi kami, ternyata berada di tengah pulau pagai selatan bagian barat, dan berhadapan dengan samudera hindia.

Kondisi baterai telepon satelit tinggal dua trip, saya masih berkomunikasi dengan beberapa teman, untuk menjelaskan posisi dan kondisi. Hingga akhirnya baterai telepon habis.
Kembali ke pantai…
bibir pantai tempat kami bermalam cukup porak poranda setelah dihantam tsunami. Sambil melemparkan pandangan kesekeliling, saya mencoba mencari, siapa tahu ada tanda tanda kehidupan penduduk sekitar. Tapi nihil. Di hadapan saya, lautan lepas samudera hindia, sementara itu di belakang saya, hutan. Banyak patahan pohon pohon tumbang, daratan tergerus setinggi setengah meter.

Lagi lagi saya memuji indahnya ombak mentawai dan pemandangan di sekeliling saya, meski sebagian hancur. Tapi moment menikmati indahnya alam mentawai terusik dengan hawa dingin dan angin yang mulai menyapa. Baju basah, celana basah, tanpa jaket, ditambah angin pantai, wuihh lumayan rasanya. Perutpun mulai lapar.
Saya masih terus mengenakan pelampung untuk menahan angin mengenai tubuh, lumayanlah. Rombongan tim sar mulai mencari kayu untuk dibakar, agak sulit memang mencari kayu yang kering, karena hujan baru saja berhenti.
Saat yang lain mencari kayu, saya turun ke bibir pantai, mas putu dari PTI tengah mengumpulkan daun kelapa. ( Oiya obrolan pertama saya denga bli Putu ini terjadi ketika merapat pertama kali di malakopak. Saat turun dari boat, dia melihat cincin yang saya pakai, berlambang Tuhan bagi umat hindu bali, ongkare, pemberian seorang teman).
Saya memperhatikan bli Putu menyusun daun kelapa hingga berbentuk seperti atap rumbia. Dia mengajarkan, menyusun daun kelapa, empat lembar dan diberi jarak satu lembar. Lembaran kedua daun kelapa di selipkan ke lembaran pertama, seperti membuat ketupat. Lima belas menit kemudian, kami pun memiliki atap.
Sedangkan yang lain mencari kayu panjang untuk di jadikan pondasi bagi atap daun kelapa. Ternyata mereka sedang membuat bivac. Tidak terlalu besar memang, tapi cukup untuk 6 sampai 7 orang.
Menjelang malam perut sudah tidak bisa di ajak kompromi. Pengalaman di hari kedua di sikakap, kami ke pagai utara tanpa membawa bekal. Saat berangkat ke pagai selatan ini, kami sempat membeli 2 bungkus biskuit untuk bekal dan 5 botol air mineral.
Jelang gelap, beberapa tim sar mulai mencari batang kelapa yang tumbang di sekitar pantai. Sedangkan yang lain mengumpulkan semua perbekalan yang di bawa, untuk kemudian dimakan bersama sama. Alhasil, 4 bungkus biskuit dan 4 bungkus nasi. Salah seorang dari rombongan tim sar ada yang membawa perbekalan di ransel mereka. Makanan sudah terkumpul untuk 28 orang. Cukup? Yaah, cukuplah untuk ganjel perut hehe..
Tim SAR yang menyisir pantai, akhirnya menemukan batang kelapa yang tumbang. Mereka mulai menebas dan memotong motong batang kelapa tersebut. Saya sempat bingung, ketika mereka mengatakan, bahwa batang kelapa ini untuk tambahan makanan.
Mereka memang SAR yang berpengalaman di bidangnya. Saya baru tahu kalau bagian dalam pucuk batang kelapa yang masih muda,bisa dimakan. Disebut humut kelapa, warna nya putih, mengandung banyak air, persis seperti bengkuang. Saya ikut mencicipi, manis terasa.
Sambil mempersiapkan makan malam, rekan saya Cecep masih sempat mengabadikan gambar menggunakan kamera kami yang nyari rusak. Namun hanya beberapa menit, kamera tersebut mati total. Yah, akhirnya pengambilan gambar selanjutnya saya lakukan dengan menggunakan telepon genggam saya, yang kebetulan masih ada baterainya sedikit.
Suasana masih cukup terang, menjelang magrib, kami berkumpul untuk makan bersama. Empat bungkus biskuit, empat bungkus nasi, di makan 28 orang. Gelombang pertama dapat dua sampai tiga suap, gelombang ke dua juga demikian. Lauknya telur balado dan ikan teri. Telur balado nya sudah mulai asam, dibungkus dari pagi. Tapi semua makanan hari itu terasa nikmat dan sangat enak, ditengah tengah perut yang kelaparan hehe…
Kebersamaan yang kami rasakan disana, sama sama sedikit dan sama sama setengah kenyang hehe.. Pada saat itu, saya menyesali, bahwa pernah menyisakan makanan sebelumnya. Yang sedikit terasa sangat berharga. (lesson no.4 jangan pernah membuang buang makanan atau makan bersisa, karena anda akan membayangkannya di saat kelaparan dan tak cukup makanan :p).
Selesai makan, perut masih lapar, beberapa orang lari ke pantai, mereka mencari apa saja yang masih bisa di makan. Ada yang dapat kepiting, ada yang dapat seekor cumi sebesar ibu jari, ada yang dapat kerang, dan ada yang menemukan kelapa. Kami berkumpul di dekat api unggun. Kelapa di bakar ditengah api unggun. Cumi di tusuk keranting kayu, kemudian di bakar.
Melihat cumi mentah, saya tidak tertarik, meski perut masih lapar. Saat cumi tersebut dibakar, saya masih tidak tertarik, terlihat masih basah, dan perut makin keroncongan hehe.
Saat cumi selesai dibakar, yang punya langsung menawarkan, “ Mau mba?. Enak lho ini, cumi bakar. Sama seperti yang direstoran Sea Food di Jakarta”, katanya sambil tertawa. Pertama saya tidak tertarik, tapi kok dia makan kayaknya enak ya hehehe. Dan…akhirnya saya mencipipi cumi bakar mentawai, wow,,,mengejutkan, enak lho rasanya…hahaha. Apa karena saya laper…? (Anyway..thanks cuminya, ga amis,mungkin resto2 sea food bisa mencontoh cara masak seperti ini, biar ga amis hihi…).




1 comment:

Danny Maulana said...

Hey non, akhirnya di upload ya part 3 nya. tapi kok kayak belum selesai? Hayoo jangan dibikin twisted ending looh :p