coba tengok sebentar saja ke hati ku.
apa yang kau lihat?
lalu wajahku.
apa yang terlihat?
didalam ini dulu ada berjuta makna dan rasa.
sekarang apa yang kau lihat?
gentar melangkah lagi, arghh apa yang ada dikepala dan hati ku mungkinkah tidak sejalan?
tak sama?
ribuan jam menanti yang tepat untuk bersandar, atau sekedar bercerita sedih dan bahagia. nyaris rupa rasanya seperti apa. sedikit menakutkan, seolah dihadapkan dengan kengerian kembali.
kengerian atas rasa sakit yang sama. kengerian akan akhir kisah yang sama.
tapi rasa membutuhkan ini lebih besar? lantas?
kali ini aku dengarkan mau hati ini, kita dengarkan saja.
share everything you get with love, you'll get everything full of love..
Sunday, 19 December 2010
Wednesday, 15 December 2010
love
the thing called love...
i was sitting alone, since you were gone.
this feeling i have, is a doubt.
no love left.
you took it all.
dont even leave a piece for me.
now i am a walking one, without love, nor heart.
then he came.
am i a live?
not yet.
memories came by.
the way he touch, remain me to you.
the way he act, talk, the way he look.
but it is not you... at all.
Am i still into you?
none.
no
or no one know?
or do i know?
this feeling come again.
still, im trying hard to open up my heart.
fear!
that's what i feel.
fear of loving, fear of loosing, fear if he is not real for me.
fear that i will love him, then it hurts me. like was.
fear that my broken heart will be broken in to dust. since it already into pieces.
thing called love
the thing called love...
i was sitting alone, since you were gone.
this feeling i have, is a doubt.
no love left.
you took it all.
dont even leave a piece for me.
now i am a walking one, without love, nor heart.
then he came.
am i a live?
not yet.
memories came by.
the way he touch, remain me to you.
the way he act, talk, the way he look.
but it is not you... at all.
Am i still into you?
none.
no
or no one know?
or do i know?
this feeling come again.
still, im trying hard to open up my heart.
fear!
that's what i feel.
fear of loving, fear of loosing, fear if he is not real for me.
fear that i will love him, then it hurts me. like was.
fear that my broken heart will be broken in to dust. since it already into pieces.
i was sitting alone, since you were gone.
this feeling i have, is a doubt.
no love left.
you took it all.
dont even leave a piece for me.
now i am a walking one, without love, nor heart.
then he came.
am i a live?
not yet.
memories came by.
the way he touch, remain me to you.
the way he act, talk, the way he look.
but it is not you... at all.
Am i still into you?
none.
no
or no one know?
or do i know?
this feeling come again.
still, im trying hard to open up my heart.
fear!
that's what i feel.
fear of loving, fear of loosing, fear if he is not real for me.
fear that i will love him, then it hurts me. like was.
fear that my broken heart will be broken in to dust. since it already into pieces.
Monday, 13 December 2010
semalam di pagai selatan part 4 nyamuk mentawai, hypothermia dan bivac
…Dan…akhirnya saya mencipipi cumi bakar mentawai, wow,,,mengejutkan, enak lho rasanya…hahaha. Apa karena saya laper…? (Anyway..thanks cuminya, ga amis,mungkin resto2 sea food bisa mencontoh cara masak seperti ini, biar ga amis hihi…)…..
Makan malam selesai, badan mulai gatal. Semakin malam, angin semakin kencang dan dingin. Baju dibadan tak kunjung kering. Pelampung tetap saya kenakan, perintah dari kepala rombongan, seandainya dalam keadaan tertidur (kayak yang bisa tidur aja hehe), air laut pasang, maka kita tetap aman dengan pelampung terpasang.
Positif, kami tidak akan di evakuasi malam ini. Dari kejauhan saya bisa melihat langit gelap, awan hitam menggantung. Badai sepertinya akan segera datang. Pak Erick akhirnya juga sudah menghubungi atasannya di Posko Sikakap, Pak Iskandar Siregar. (saya juga masih punya cerita, bagaimana kami akhirnya bisa ikut ke Pororougat).
Saat kami tengah menghangatkan badan didekat api unggun, tiba tiba terlihat lampu kerlap kerlip, dari arah utara tempat kami bermalam. Sepertinya lampu kapal, beberapa anggota SAR bergegas member sinyal balasan menggunakan lampu helm mereka sambil berlari mendekati arah pantai. Tapi sayang, sepertinya kapal tersebut tidak melihat sinyal dari kami. Setelah beberapa menit, lampu ditengah laut itu tidak terlihat lagi. Pupus sudah harapan.
Tapi informasi yang saya dapatkan setelah kembali ke Sikakap, ternyata dihari itu juga, Pemred ANTV, Uni Lubis sudah mengusahakan helicopter PMI untuk mengevakuasi kami ke esokkan hari. Sebelumnya malam tersebut, informasi yang saya peroleh dari Pak Erick, KRI Cirebon rencananya juga akan mengevakuasi kami malam itu, tapi cuaca tidak memungkinkan untuk berlayar. Kesalahan saya, karena buru buru berangkat, tidak mencari informasi cuaca tanggal 1 November tersebut. Ternyata memang ada informasi badai yang akan terjadi diperairan Mentawai hingga 4 November 2010.
Jadilah malam itu kami menetap dipulau tanpa tenda, menunggu besok pagi untuk di evakuasi.
Menjelang malam, saya duduk di bawah pohon kelapa di dekat api unggun. Setiap setengah jam, hujan turun, badan mulai menggigil. Beberapa orang sudah mengambil posisi untuk tidur di bivac darurat yang dibuat sore hari. Mata mulai mengantuk, tapi mau tidur ga bisa, akhirnya saya memilih duduk di dekat api unggun, sambil membayangkan kasur empuk kesayangan saya ..hikss sedih sebenarnya.
Sementara wartawati Fajar Makassar, yang kebetulan nama nya sama, Anggi, sudah mengambil posisi tidur di dalam bivac, memaksakan diri untuk tidur. Sesekali saya mendengar suara dengkuran dari dalam bivac, entah siapa. Ternyata jalan kaki yang panjang membuat mereka mengalahkan nyamuk nyamuk mentawai dan tertidur pulas. Sebagian lain duduk di api unggun lain. Ada dua api unggun yang dinyalakan. Hujan tak berhenti turun, baju saya kembali basah, angin bertiup semakin kencang. Saya merapat ke dalam bivac, mengambil posisi di sebelah Anggi Fajar Makassar. Tidur berdekatan, lumayan untuk menghangatkan badan. Mantel hujan saya kenankan. Tidur dengan tetesan hujan di kepala. Oh God!!! Pengalaman yang luar biasa saya rasakan untuk pertama kali dan semoga terakhir ya..
Tidur dengan kaki terlipat. Sesekali meluruskan kaki di atas rerumputan, ada binatang yang merayap di kaki saya, lipat lagi kakinya hehe. Ampuuunn.. nyamuk mentawai luar biasa. Bahkan satu minggu setelah kembali dari Mentawai, kaki saya yang bentol masih terasa gatal luar biasa.
Pukul satu malam saya masih terjaga dengan posisi berbaring. Hujan masih terus turun di sertai angin, malam semakin dingin. Salute untuk salah satu rombongan asal Papua, yang terus menjaga agar api unggun tetap menyala untuk kami. Semakin malam semakin menggigil, tidak hanya gigi saja germertak berbunyi tapi seluruh badan shaking, gemeteran seluruh badan. Untung tidak mengalami hypothermia , penurunan suhu tubuh dari suhu normal. Hypothermia biasa dialami para pendaki gunung dan sudah banyak pendaki gunung yang meninggal akibat ini. Setelah kembali ke Jakarta, saya mencari informasi terkait Hypothermia, ngeri, ternyata dengan kondisi kami bermalam dengan pakaian basah, hujan dan angin, sangat rentan terkena hypothermia. Syukurlah kami semua sehat walafiat dan lagi lagi terimakasih untuk tim SAR asal papua yang menjaga api untuk kami.
Akhirnya malam itu saya lalui antara tidur dan tidak tidur, ditemani hujan dan menggigil.
Alhamdulillah,keesokkan harinya kami semua masih bisa menghirup udara pagi, meskipun kondisi fisik dan mental menurun.
Pagi itu dengan mata sembab kurang tidur, semua semangat. Ada yang semangat berharap boat kami datang, ada yang semangat melanjutkan berjalan kaki kea rah selatan, ke Pororougat. Saya semangat untuk kembali ke Sikakap dengan harapan ada yang mengevakuasi kami segera. Terus terang badan terasa letih dan perut lapar.
Makan malam selesai, badan mulai gatal. Semakin malam, angin semakin kencang dan dingin. Baju dibadan tak kunjung kering. Pelampung tetap saya kenakan, perintah dari kepala rombongan, seandainya dalam keadaan tertidur (kayak yang bisa tidur aja hehe), air laut pasang, maka kita tetap aman dengan pelampung terpasang.
Positif, kami tidak akan di evakuasi malam ini. Dari kejauhan saya bisa melihat langit gelap, awan hitam menggantung. Badai sepertinya akan segera datang. Pak Erick akhirnya juga sudah menghubungi atasannya di Posko Sikakap, Pak Iskandar Siregar. (saya juga masih punya cerita, bagaimana kami akhirnya bisa ikut ke Pororougat).
Saat kami tengah menghangatkan badan didekat api unggun, tiba tiba terlihat lampu kerlap kerlip, dari arah utara tempat kami bermalam. Sepertinya lampu kapal, beberapa anggota SAR bergegas member sinyal balasan menggunakan lampu helm mereka sambil berlari mendekati arah pantai. Tapi sayang, sepertinya kapal tersebut tidak melihat sinyal dari kami. Setelah beberapa menit, lampu ditengah laut itu tidak terlihat lagi. Pupus sudah harapan.
Tapi informasi yang saya dapatkan setelah kembali ke Sikakap, ternyata dihari itu juga, Pemred ANTV, Uni Lubis sudah mengusahakan helicopter PMI untuk mengevakuasi kami ke esokkan hari. Sebelumnya malam tersebut, informasi yang saya peroleh dari Pak Erick, KRI Cirebon rencananya juga akan mengevakuasi kami malam itu, tapi cuaca tidak memungkinkan untuk berlayar. Kesalahan saya, karena buru buru berangkat, tidak mencari informasi cuaca tanggal 1 November tersebut. Ternyata memang ada informasi badai yang akan terjadi diperairan Mentawai hingga 4 November 2010.
Jadilah malam itu kami menetap dipulau tanpa tenda, menunggu besok pagi untuk di evakuasi.
Menjelang malam, saya duduk di bawah pohon kelapa di dekat api unggun. Setiap setengah jam, hujan turun, badan mulai menggigil. Beberapa orang sudah mengambil posisi untuk tidur di bivac darurat yang dibuat sore hari. Mata mulai mengantuk, tapi mau tidur ga bisa, akhirnya saya memilih duduk di dekat api unggun, sambil membayangkan kasur empuk kesayangan saya ..hikss sedih sebenarnya.
Sementara wartawati Fajar Makassar, yang kebetulan nama nya sama, Anggi, sudah mengambil posisi tidur di dalam bivac, memaksakan diri untuk tidur. Sesekali saya mendengar suara dengkuran dari dalam bivac, entah siapa. Ternyata jalan kaki yang panjang membuat mereka mengalahkan nyamuk nyamuk mentawai dan tertidur pulas. Sebagian lain duduk di api unggun lain. Ada dua api unggun yang dinyalakan. Hujan tak berhenti turun, baju saya kembali basah, angin bertiup semakin kencang. Saya merapat ke dalam bivac, mengambil posisi di sebelah Anggi Fajar Makassar. Tidur berdekatan, lumayan untuk menghangatkan badan. Mantel hujan saya kenankan. Tidur dengan tetesan hujan di kepala. Oh God!!! Pengalaman yang luar biasa saya rasakan untuk pertama kali dan semoga terakhir ya..
Tidur dengan kaki terlipat. Sesekali meluruskan kaki di atas rerumputan, ada binatang yang merayap di kaki saya, lipat lagi kakinya hehe. Ampuuunn.. nyamuk mentawai luar biasa. Bahkan satu minggu setelah kembali dari Mentawai, kaki saya yang bentol masih terasa gatal luar biasa.
Pukul satu malam saya masih terjaga dengan posisi berbaring. Hujan masih terus turun di sertai angin, malam semakin dingin. Salute untuk salah satu rombongan asal Papua, yang terus menjaga agar api unggun tetap menyala untuk kami. Semakin malam semakin menggigil, tidak hanya gigi saja germertak berbunyi tapi seluruh badan shaking, gemeteran seluruh badan. Untung tidak mengalami hypothermia , penurunan suhu tubuh dari suhu normal. Hypothermia biasa dialami para pendaki gunung dan sudah banyak pendaki gunung yang meninggal akibat ini. Setelah kembali ke Jakarta, saya mencari informasi terkait Hypothermia, ngeri, ternyata dengan kondisi kami bermalam dengan pakaian basah, hujan dan angin, sangat rentan terkena hypothermia. Syukurlah kami semua sehat walafiat dan lagi lagi terimakasih untuk tim SAR asal papua yang menjaga api untuk kami.
Akhirnya malam itu saya lalui antara tidur dan tidak tidur, ditemani hujan dan menggigil.
Alhamdulillah,keesokkan harinya kami semua masih bisa menghirup udara pagi, meskipun kondisi fisik dan mental menurun.
Pagi itu dengan mata sembab kurang tidur, semua semangat. Ada yang semangat berharap boat kami datang, ada yang semangat melanjutkan berjalan kaki kea rah selatan, ke Pororougat. Saya semangat untuk kembali ke Sikakap dengan harapan ada yang mengevakuasi kami segera. Terus terang badan terasa letih dan perut lapar.
Friday, 3 December 2010
semalam di pagai selatan part 3. biskuit, nasi bungkus dan humut kelapa
…Sementara, kameramen saya Cecep Mahmud, berhasil berenang dengan satu tangan, sambil terus memegangi kamera agar tidak basah. Sungai terlewati, jalan kaki dilanjutkan kembali….
Sebelumnya saat menyebrang salah seorang anggota SAR, dr. Rizal dari PTI nyaris terbawa ombak di muara sungai. Untunglah tim yang lain,(kalau tidak salah, Pak Dedy, security PTI) dengan cekatan berenang dan menarik Dr. Rizal. Dan seluruh tim pun selamat tiba di seberang sungai. Semua peralatan kami basah, untung kamera PD 170 yang di bawa Cecep, masih bisa di operasikan, walaupun sebagian LCD nya sudah menghitam terkena air.
Tapi iPod kesayangan saya rusak, terisi penuh air laut .
Setelah beberapa menit beristirahat di seberang, kami kemudian melanjutkan perjalanan kembali. Cuaca masih tak menentu, panas - terik, kemudian mendadak mendung, badai dan hujan. Sementara kulit mulai perih, terutama kulit muka. Sedangkan kaki sudah mulai lecet, maklum saya hanya menggunakan sandal gunung dan celana pendek.
Hari sudah semakin sore, pukul empat lebih, kami berhenti sejenak, tepat nya di daerah sapiren yang berdekatan dengan daerah montei. Kepala rombongan Pak Erick memutuskan untuk bermalam di lokasi ini. Kenapa di tempat ini di putuskan bermalam? Karena pantai nya cukup landai, cukup memungkinkan bagi long boat untuk merapat. (tapi ternyata tidak..)
Setelah berhenti, saya sempat berbicara dengan kepala rombongan, ada baiknya kita melapor posisi dan minta di evakuasi besok. Karena kondisi logistik yang tidak memungkinkan, dan kita juga tidak memiliki tenda. Namun kepala rombongan mengatakan, tidak perlu, karena kondisi kita masih aman, dan kita tidak kehilangan kontak dengan pihak luar. Memang benar, tapi dengan kondisi fisik sudah lelah, makanan terbatas, dan menjelang gelap, paling tidak saya harus memberitahu kantor, posisi saya sekarang.
Berangkat dari Jakarta, kami di bekali sebuah telepon satelit. Saat itu juga saya ambil telepon satelit dari dalam tas dan mulai menyalakan telepon. Susah memang, tapi tak berapa lama, telepon satelait saya mendapatkan signal.
Yang pertama saya telepon adalah teman saya,temmy Saya sengaja tidak menelepon keluarga, agar mereka tidak panik. kepada temmy, saya beritahu kondisi terakhir kami yang sudah berjalan kaki kurang lebih 5 jam, minim logisitik, serta memberitahu koordinat lokasi terkahir saya.
Setelah itu saya menelepon kantor, produser Angghi Mulya Makmur. Hal yang sama saya sampaikan kepada angghi. Ia langsung mencari posisi saya melalui titik koordinat GPS yang kami berikan.
Koordinat terakhir :
South 02 derajat 59 menit 43,9 detik
East 100 derajat 11 menit 51 detik
Dari titik koordinat inilah kemudian Angghi mencari tahu posisi kami, ternyata berada di tengah pulau pagai selatan bagian barat, dan berhadapan dengan samudera hindia.
Kondisi baterai telepon satelit tinggal dua trip, saya masih berkomunikasi dengan beberapa teman, untuk menjelaskan posisi dan kondisi. Hingga akhirnya baterai telepon habis.
Kembali ke pantai…
bibir pantai tempat kami bermalam cukup porak poranda setelah dihantam tsunami. Sambil melemparkan pandangan kesekeliling, saya mencoba mencari, siapa tahu ada tanda tanda kehidupan penduduk sekitar. Tapi nihil. Di hadapan saya, lautan lepas samudera hindia, sementara itu di belakang saya, hutan. Banyak patahan pohon pohon tumbang, daratan tergerus setinggi setengah meter.
Lagi lagi saya memuji indahnya ombak mentawai dan pemandangan di sekeliling saya, meski sebagian hancur. Tapi moment menikmati indahnya alam mentawai terusik dengan hawa dingin dan angin yang mulai menyapa. Baju basah, celana basah, tanpa jaket, ditambah angin pantai, wuihh lumayan rasanya. Perutpun mulai lapar.
Saya masih terus mengenakan pelampung untuk menahan angin mengenai tubuh, lumayanlah. Rombongan tim sar mulai mencari kayu untuk dibakar, agak sulit memang mencari kayu yang kering, karena hujan baru saja berhenti.
Saat yang lain mencari kayu, saya turun ke bibir pantai, mas putu dari PTI tengah mengumpulkan daun kelapa. ( Oiya obrolan pertama saya denga bli Putu ini terjadi ketika merapat pertama kali di malakopak. Saat turun dari boat, dia melihat cincin yang saya pakai, berlambang Tuhan bagi umat hindu bali, ongkare, pemberian seorang teman).
Saya memperhatikan bli Putu menyusun daun kelapa hingga berbentuk seperti atap rumbia. Dia mengajarkan, menyusun daun kelapa, empat lembar dan diberi jarak satu lembar. Lembaran kedua daun kelapa di selipkan ke lembaran pertama, seperti membuat ketupat. Lima belas menit kemudian, kami pun memiliki atap.
Sedangkan yang lain mencari kayu panjang untuk di jadikan pondasi bagi atap daun kelapa. Ternyata mereka sedang membuat bivac. Tidak terlalu besar memang, tapi cukup untuk 6 sampai 7 orang.
Menjelang malam perut sudah tidak bisa di ajak kompromi. Pengalaman di hari kedua di sikakap, kami ke pagai utara tanpa membawa bekal. Saat berangkat ke pagai selatan ini, kami sempat membeli 2 bungkus biskuit untuk bekal dan 5 botol air mineral.
Jelang gelap, beberapa tim sar mulai mencari batang kelapa yang tumbang di sekitar pantai. Sedangkan yang lain mengumpulkan semua perbekalan yang di bawa, untuk kemudian dimakan bersama sama. Alhasil, 4 bungkus biskuit dan 4 bungkus nasi. Salah seorang dari rombongan tim sar ada yang membawa perbekalan di ransel mereka. Makanan sudah terkumpul untuk 28 orang. Cukup? Yaah, cukuplah untuk ganjel perut hehe..
Tim SAR yang menyisir pantai, akhirnya menemukan batang kelapa yang tumbang. Mereka mulai menebas dan memotong motong batang kelapa tersebut. Saya sempat bingung, ketika mereka mengatakan, bahwa batang kelapa ini untuk tambahan makanan.
Mereka memang SAR yang berpengalaman di bidangnya. Saya baru tahu kalau bagian dalam pucuk batang kelapa yang masih muda,bisa dimakan. Disebut humut kelapa, warna nya putih, mengandung banyak air, persis seperti bengkuang. Saya ikut mencicipi, manis terasa.
Sambil mempersiapkan makan malam, rekan saya Cecep masih sempat mengabadikan gambar menggunakan kamera kami yang nyari rusak. Namun hanya beberapa menit, kamera tersebut mati total. Yah, akhirnya pengambilan gambar selanjutnya saya lakukan dengan menggunakan telepon genggam saya, yang kebetulan masih ada baterainya sedikit.
Suasana masih cukup terang, menjelang magrib, kami berkumpul untuk makan bersama. Empat bungkus biskuit, empat bungkus nasi, di makan 28 orang. Gelombang pertama dapat dua sampai tiga suap, gelombang ke dua juga demikian. Lauknya telur balado dan ikan teri. Telur balado nya sudah mulai asam, dibungkus dari pagi. Tapi semua makanan hari itu terasa nikmat dan sangat enak, ditengah tengah perut yang kelaparan hehe…
Kebersamaan yang kami rasakan disana, sama sama sedikit dan sama sama setengah kenyang hehe.. Pada saat itu, saya menyesali, bahwa pernah menyisakan makanan sebelumnya. Yang sedikit terasa sangat berharga. (lesson no.4 jangan pernah membuang buang makanan atau makan bersisa, karena anda akan membayangkannya di saat kelaparan dan tak cukup makanan :p).
Selesai makan, perut masih lapar, beberapa orang lari ke pantai, mereka mencari apa saja yang masih bisa di makan. Ada yang dapat kepiting, ada yang dapat seekor cumi sebesar ibu jari, ada yang dapat kerang, dan ada yang menemukan kelapa. Kami berkumpul di dekat api unggun. Kelapa di bakar ditengah api unggun. Cumi di tusuk keranting kayu, kemudian di bakar.
Melihat cumi mentah, saya tidak tertarik, meski perut masih lapar. Saat cumi tersebut dibakar, saya masih tidak tertarik, terlihat masih basah, dan perut makin keroncongan hehe.
Saat cumi selesai dibakar, yang punya langsung menawarkan, “ Mau mba?. Enak lho ini, cumi bakar. Sama seperti yang direstoran Sea Food di Jakarta”, katanya sambil tertawa. Pertama saya tidak tertarik, tapi kok dia makan kayaknya enak ya hehehe. Dan…akhirnya saya mencipipi cumi bakar mentawai, wow,,,mengejutkan, enak lho rasanya…hahaha. Apa karena saya laper…? (Anyway..thanks cuminya, ga amis,mungkin resto2 sea food bisa mencontoh cara masak seperti ini, biar ga amis hihi…).
Wednesday, 24 November 2010
Semalam di pagai selatan , part two. Perjalanan 9 kilometer, 5 jam dan sungai...
...Diskusi dilakukan ditengah laut,kepala rombongan SAR ESDM, Pak Eric akhirnya memutuskan agar seluruh boat merapat ke daratan terdekat. Karena ombak di depan kami terlalu berbahaya. Informasi dari GPS menunjukkan ketinggian ombak 7 meter....
Empat rombongan long boat( sampan kayu dengan diameter kurang dari satu meter, diberi mesin 15 pk) akhirnya berkumpul di pinggir pulau siopa kecil. Setelah di diskusikan, diputuskan, perjalanan dengan jalur darat. Saat itu kami sudah berada di perairan pagai selatan.
Bagian yang mendebarkan bagi saya adalah, saat akan menuju daratan terdekat. Pengalaman pertama seumur hidup saya berhadapan dengan ombak mentawai, yang kata orang di cari para peselancar. Tapi saat itu saya sama sekali tidak tertarik berselancar. Kenapa???? Pertama, saya tidak mahir berenang, kedua, siapa yang mau berselancar di ombak setinggi 7 meterr???
Yang bisa saya lakukan saat itu hanya berdoa dalam hati (dalam kondisi genting,manusia sangat mudah mengingat Tuhannya dan meminta ampun..doh), itulah yang saya lakukan sambil berpegangan pada sisi kiri dan kanan saya, long boat, yang diameternya tak lebih dari satu meter, sambil sesekali menimba air yang masuk ke sampan kami (perintah operator boat, harus terus menimba air keluar dari sampan, kalo tidak sampan kami bisa tenggelam).
Gambarannya seperti ini, saat kami menyisir ( meminjam istilah operator long boat) ombak, long boat bisa berada di puncak ombak, dan kami bisa melihat pulau pulau dari atas gulungan ombak. Tapi saat long boat berada di palung ombak, yang ada di hadapan kami, bagaikan dinding yang terbuat dari ombak. Saya menyaksikan langsung dengan nafas tertahan. Tiba tiba ingat, saya menggunakan pelampung yang tidak standar. ( Lesson no.1, Gunakan pelampung standar, saat berhadapan dengan air!!!)
Sungguh menegangkan, terlalu tegang, sampai sampai saya tidak bisa merasakan mual atau mabuk laut. Jujur, sedikit banyak saya menikmati perjalanan di ombang ambing ombak mentawai, meskipun takut, ada rasa seru. Tapi, ada fakta yang harus di acungi jempol. Nelayan mentawai, luar biasa kemampuan manuver di tengah samudera, menghadapi ombak mentawai!! Salute!!! Mereka dengan lincah membuat sampan kami berselancar di atas ombak .
Nah, ini yang harus di informasikan dengan benar, sampan kami tidak terbalik....Setelah melewati bagian yang menegangkan, akhirnya kami tiba di daratan terdekat. Malakopak, salah satu wilayah yang juga terkena tsunami. Di wilayah ini cukup banyak yang selamat, karena rata rata masyarakat bermukim jauh dari pantai, meskipun ada beberapa yang tinggal di tepi pantai.
Tempat kami merapat, adalah daratan yang tergerus gelombang tsunami, membentuk dermaga pasir, sehingga long boat kami bisa merapat.
Saat menginjakkan kaki di malakopak, bau bangkai masih tercium. Matahari sudah menunjukkan sengatnya. Bersinar terik. Kalau tidak salah, waktu menunjukkan pukul setengah sebelas siang, saat kami mulai berjalan. Kehancuran masif akibat tsunami bisa dilihat di sepanjang pantai. Kami berjalan diantara patahan pohon dan daratan yang tergerus membentuk kali kecil serta bongkahan batu yang hancur.
Perjalanan darat bukan tanpa alasan. Kepala tim rombongan mengatakan, untuk meminimalisir kecelakaan dengan boat, maka seluruh penumpang lebih baik jalan kaki, sedangkan logistik dan obat obatan di bawa menggunakan boat ke arah selatan (pororogat). Rencana awalnya, kami akan kembali naik long boat, dengan asumsi, long boat kami berhasil melewati badai. Tapi yang terjadi, kami tidak pernah bertemu dengan long boat . Karena ternyata, long boat itu kembali ke dermaga awal tempat kami berangkat, lantaran tidak berani bertarung dengan alam, ombak setinggi 7 meter dan badai.
Selain teriknya matahari, hal lain yang saya nikmati adalah pantai pagai selatan yang luar biasa indah di antara puing puing kehancuran akibat tsunami. Kaki kami melangkah di atas pasir putih dan terumbu karang yang mungkin terbawa ombak. Meskipun bau bangkai sesekali masih tercium.
Selama perjalanan, tim sar juga terus melakukan penyisiran mencari korban korban yang mungkin masih ada di sekitar pantai. Menurut warga asli mentawai, badai dan gelombang tinggi tidak akan berhenti, jika masih ada mayat yang berada di lautan. Yah , begitulah mitos mereka, karena laut tidak mau menerima jenazah manusia.
Kembali ke bibir pantai, tidak hanya pasir putih yang indah, tapi kami juga harus melewati patahan pohon besar dan pohon bakau. Saya dan cecep yang menggunakan celana pendek, terpaksa menikmati goresan goresan pohon di kaki kami. ( Lesson no.2, gunakan celana panjang dan jaket, apapun kondisi bencana nya :p)
Lagi lagi saya menikmati perjalanan kaki kami, meskipun kulit mulai terbakar. Kami berjalan di sepanjang bibir pantai yang berhadapan langsung dengan samudra hindia. Cuaca ekstrim, benar benar kami alami. Dua jam pertama perjalanan, matahari sangat terik. Beberapa lama kemudian, badai menemani perjalanan kami yang kemudian dilanjutkan dengan hujan deras. Baju selembar, kering dan basah dibadan. Cecep mahmud, rekan saya terus berusaha mengabadikan gambar menggunakan kamera yang LCD monitornya sudah rusak sebagian.
Selama berjalan kaki menyusuri pantai ke arah selatan, ada satu bagian yang paling berat untuk saya. Menyebrangi sebuah sungai yang bermuara ke lautan lepas. Sungai selebar kurang lebih dua puluh meter, sedalam dua meter. Kenapa berat??? Karena saya tidak mahir berenang. Bisa berenang sedikit di kolam renang, tapi tidak bisa mengapung, tidak bisa ngambang. (Lesson no.3, wartawan wajib bisa berenang dan mengapung di air).
Padahal ,kami semua mengenakan pelampung. Tapi rasa takut kali ini mengalahkan saya. Setelah sempat terjun kesungai, akhirnya saya memutuskan untuk kembali kepinggir, ketakukan karena kaki saya tidak menyentuh dasar sungai. Akhirnya saya mengumpulkan keberanian untuk terjun lagi kesungai, dan dibantu teman teman tim sar, saya berhasil menyebrangi sungai.
Sementara, kameramen saya Cecep Mahmud, berhasil berenang dengan satu tangan, sambil terus memegangi kamera agar tidak basah. Sungai terlewati, jalan kaki dilanjutkan kembali.
Saturday, 6 November 2010
semalam di pagai selatan part 1
Senin 1 November 2010
Pagi itu senin 1 november 2010, cuaca cerah di kecamatan sikakap, pagai utara. Berbeda dari 4 hari sebelumnya,yang setiap hari di guyur hujan.
Senin pagi matahari tak malu malu menunjukkan cahayanya yang terik. Saya dan cameramen Cecep Mahmud, berangkat ke dermaga lestari, yang berada di kec sikakap, pagai utara. Dermaga yang sama saat sebelumnya, hari jumat 29 oktober 2010, kami berangkat menyusur pantai barat pagai utara menuju montei baru baru. Salah satu lokasi terparah kena gelombang tsunami dengan korban jiwa terbanyak.
Waktu menunjukkan pukul 7 lebih 30 menit saat saya dan cecep tiba di dermaga lestari. Ternyata tidak hanya kami saja yang ingin berangkat ke pagi itu. Ada beberapa rombongan yang sudah siap juga untuk berangkat ke tempat yang sama, yaitu desa pororogat di pagai selatan. Wilayah ini juga hancur diterjang gelombang tsunami, tapi korban jiwanya tidak sebanyak di montei baru baru.
Setelah menunggu satu jam lebih, akhirnya kami mendapatkan long boat ( perahu nelayan yang di beri mesin 15pk) untuk berangkat ke pororogat. Kami ikut dalam rombongan Tim SAR ESDM. Gabungan Tim SAR dari beberapa perusahaan tambang. Tepat pukul 9 pagi, 4 long boat berangkat ke pororogat, Pagai Selatan. Matahari masih bersinar terik, perjalanan dimulai. Langit cerah, dan lautan terlihat indah. Satu jam kami masih melewati selat sikakap. Setelah satu setengah jam, tiba tiba boat yang kami tumpangi memperlambat kecepatan. Kemudian akhirnya berhenti di dekat pulau siopa kecil. Kami bertemu dengan beberapa boat lain yang juga bertujuan ke pororogat.
Diskusi dilakukan ditengah laut,kepala rombongan SAR ESDM, Pak Eric akhirnya memutuskan agar seluruh boat merapat ke daratan terdekat. Karena ombak di depan kami terlalu berbahaya. Informasi dari GPS menunjukkan ketinggian ombak 7 meter.
bersambung..
Friday, 1 October 2010
Jumat hari kesaktian pancasila
Macet...hari ini libur. Ya, jd jalanlah gw keluar hari ini ya. Pagi pagi bangun, dan ngebangunin orang serumah buat ngurus KTP dan KK.
"Tiiittt.....Ayo mandi buruan ah, kakak banyak urusan nih hari ini".
tapi dasar si tayii. Bukaan tia namanya kalo ga nyautin omongan orang. Bocah super nyebelin, tapi baik hati.
"bang de aja deh yg mandi duluan kak". Si tayi nyaut dr kamr adek gw yg cowok, deon.
"mama aj kak, yg duluan mandi. DandannyaIiiiiiiiiiiiiiiioo kan lama bgt".
Errggghh, gw mulai emosi. Dan mulai teriak teriak dari kamar. Ya tapi apa daya dua adek gw yg pinter ngeles, membuat gw dengan sangat terpaksa ambil handuk dan masuk ke kamar mandi.
Yup, akhirnya gw deh yg jadi korban pertama harus mandi. Maklum kalo dirumah dan lg libur, semua juara males mandi.
Selesai mandi, gw ngintip ke kamar deon. Dua bocah itu masih asik cekikikan di depan laptop. Sambil jalan masuk ke kamar, gw teriak lagi.
"awas ya kalo kakak selesai pake baju, tapi kalian masih dikamar!!"
Sambil lalu, gw denger suara grabag grubug masuk kamar mandi. Dengan senyum kemenangan, gw msk kamar dan ganti baju.
Ga lama hp bunyi, ada sms masuk.
" gi, lo liburkan hari ini,temenin gw ke pasar baru dong. Gw jemput ya sekarang. Ine"
Ntar lg ya....
Wednesday, 29 September 2010
tak ada otak dan nurani, pakai dengkul lah!
gelisah..
gelisah aku, aku gelisah.
mereka yang dulu tumpah darah dan nyawa nya untuk negeri yang bernama indonesia ini barangkali lebih gelisah.
anak negeri saling bertarung, melebihi pertarungan mereka yang dulu berjuang untuk merdeka.
anak negeri ini bersimbah darah,melebihi darah yang dicucurkan mereka yang dulu berjuang untuk bisa didengar dunia.
apa yang ada dibenak mereka yang berpikir dengan emosi. nyawa manusia seolah tak ada harga.
kepuasan apa yang di dapat dengan saling menumpas nyawa saudara negeri sendiri.
mereka diluar sana tertawa puas melihat kita. perlahan hancur, mereka tak perlu mengotori tangan dengan darah darah anak negeri, karena kita sendiri menjadi alat mereka.
terlalu basi jika berbicara indahnya perdamaian. terlalu basi berbicara tentramnya hidup berdampingan.
terlalu banyak teori untuk damai dan berdampingan ya?
manusia, dengar hati kecil,jernihkan otak, pakai otak kalian!!!, jika tak punya nurani.
pakai mata kalian jika tak punya nurani dan otak. lihat darah yang ditumpahkan, lihat nyawa yang dikorban? bisa mengembalikan yang sudah mati?? bisa memuaskan dendam mereka yang sudah lebih dulu mati?
tak selamanya kehilangan harus diimpaskan dengan kehilangan, tidak selamanya mata di bayar mata, nyawa di balas nyawa.
tak ada otak? pakai dengkul lah!!!
mereka yang berkepentingan, tertawa lebar melihat kita yang bodoh yang bersimpah darah.
mereka yang membayar, tertawa puas, tak sia sia , mengeluarkan uang.
pakai dengkul kalau tak punya otak dan nurani,
ampunn..
Tuesday, 28 September 2010
Tidur selamanya,untuk bisa bersama denganmu
Menatap ombak yang saling berkejaran di kakiku. Setiap jejak langkah hilang di sapu ombak. Aku berjalan di sepanjang sisi pantai. Angin pantai yang segar dan mentari pagi menemani langkahku untuk bertemu dengan nya. Ia terlihat begitu sempurna di balik balutan kemeja tipis putihnya.
Tersenyum menatapku dengan tangan terkembang, seolah tak sabar merengkuhku ke dalam pelukannya.
Tapi perjalanan dari ujung pantai ini terasa begitu berat. Tak segampang itu juga aku menyerah, karena aku tau apa yang menantiku di sana. Dia yang aku cinta dengan segenap jiwa.
Perjalanan panjang itu berakhir sudah, selangkah lagi tanganku menggenggamnya. Kami akan menari bersama di bawah mentari, diantara deburan ombak , di atas hamparan pasir putih. Tak ada waktu yang terlewati dengan kesendirian.
Setiap detik terisi dengan cinta. Karena aku tahu hanya dia yang ingin kulihat saat mata ini terbuka di awal hari dan dia yang akan menemani saat mata ini tertutup di penghujung hari.
Tangan ini hanya ingin menyentuh setiap sudut wajahnya. Setiap lekuk di tubuhnya, setiap guratan di yang ada padanya.
Bibir ini hanya ingin mengecup dirinya, dan menyebut namanya. Tanpa henti, tanpa batas waktu dan ruang.
Tapi apa yang terjadi? Aku terjaga, ternyata tak mudah menemui nya di dunia nyata. Aku rela harus tidur selamanya, jika itu satu satunya cara agar aku bisa bersama denganmu.
Hidup, Rasa, Hati, Cinta, Mati dan Kembali.
Satu persatu mereka berlabuh, sementara aku belum juga memiliki sauh. Kemana kapal ini akan sandarkan. Badai di hamparan laut luas ini semakin keras dan kejam. Tapi aku masih mencoba bertahan. Walau tidak prima, tapi aku masih bisa bertahan.
Jangan sia siakan kesempatan yang pernah datang, aku membiarkan mu menunggu terlalu lama, hingga kau lelah. Dan sekarang di saat aku menyadari, cinta itu telah pergi dan merangkul bahagia lain. Turut berbahagia untuk kebahagiaan mu.
Membiarkan yang sejati hanya untuk bermain main dengan kesenan gan, bukanlah harga yang pantas. Akhirnya aku harus berlayar jauh entah kemana, entah dimana, entah kapan akan berlabuh. Tak ada sauh yang tersisa, tak ada tempat tersedia.
Bertahan dengan segenap kuasa yang ada, menentang matahari, melawan arah angin, menentang perputaran waktu. Entah lah, hidup dan mati apakah hanya akan berlalu di lautan luas. Menjadi umpan hiu, membakar diri di bawah matahari.
Akhirnya aku berdiri di haluan kapal, menerjang angin yang membelai wajahku, menghirup asinnya udara laut, membentang tangan membelah bayu dan matahari. Menyaksikan dari hari kehari matahari mendaki dan kembali sembunyi di balik garis laut. Dengan kapalku, hingga akhirnya hanya bisa terombang ambing, di tengah samudera. Hingga waktu mengikis, hingga asa satu persatu terbang, hingga nafas berhenti, hingga kembali ke dasar laut.
Karena akulah si pengelana, hidup, rasa, hati, cinta, mati dan kembali.
Wednesday, 22 September 2010
ini tanpa akhir
Kapan terakhir kali anda menciumnya pake hati? Kapan terakhir kali berseri rasanya bangun di pagi hari. Kapan terakhir kali terasa begitu tanpa beban saat bersama.
Kapan terakhir kali bisa bercerita tanpa batas. Kapan terakhir kali bisa menangis dibahunya dan merasa tenang. Kapan terakhir kali memeluknya tanpa ada rasa takut kehilangan, karena yakin ia tak berpaling. Kapan terakhir kali merasa dunia takkan runtuh tanpa gravitasi. Kapan terakhir kali meluapkan emosi tanpa takut di tinggal dia. Kapan terakhir kali kau menciumnya dan tak ingin segera berakhir. Kapan terakhir kali kau bilang cinta dia. Kapan terakhir kali kau tak akan melihatnya lagi. Kapan terakhir kali kau sadar dia sudah tak disisi.
Aku terakhir kali masih mencintainya, dan ini tanpa akhir.
Kapan terakhir kali bisa bercerita tanpa batas. Kapan terakhir kali bisa menangis dibahunya dan merasa tenang. Kapan terakhir kali memeluknya tanpa ada rasa takut kehilangan, karena yakin ia tak berpaling. Kapan terakhir kali merasa dunia takkan runtuh tanpa gravitasi. Kapan terakhir kali meluapkan emosi tanpa takut di tinggal dia. Kapan terakhir kali kau menciumnya dan tak ingin segera berakhir. Kapan terakhir kali kau bilang cinta dia. Kapan terakhir kali kau tak akan melihatnya lagi. Kapan terakhir kali kau sadar dia sudah tak disisi.
Aku terakhir kali masih mencintainya, dan ini tanpa akhir.
Wednesday, 15 September 2010
cinta oh
Aku coba bangkit, aku mencintai nya tanpa dia tahu.
Aku menyayanginya tanpa dia tahu.
Ini cinta tulus, tanpa dia tahu.
Aku ingin merasakan cinta lagi, setelah beku.
Tapi ia tak tahu.
Aku hanya akan menyimpan rasa ini dan menikmati sendiri.
Besar cintaku, tak hak harus memilikinya.
Aku akan mencintainya, sampai dia tahu.
Sampai aku tahu, bahwa tak ada cinta nya untukku.
Sampai aku tahu bahwa ia tidak mencintaiku.
Sampai aku tahu aku harus beku lagi. Lagi?
Sunday, 12 September 2010
Joni , sepuluh juta dan mati
Saya kembali terjaga dan menatap dari balik dunia cermin, tertampar, ada tulisan ini:
"Sebagai rasa simpati memberikan sumbangan sebesar Rp 10 juta rupiah," kata Kepala Biro Pers dan Media Istana Kepresidenan, DJ Nachrowi saat dihubungi detikcom, Jumat (10/9/2010). Dia menjelaskan, bahwa Joni meninggal bukan saat berada di dalam Kompleks Istana Kepresidenan. Tetapi saat tengah berada di depan kantor Setneg.”
Helooow mau di Kompleks Istana Kepresiden kek, mau di depan Kantor setneg kek!!! Joni malela mati!!! Sudahkan ini terdengar sedikit lebih keji? Mati. Sudahkah saya terkesan sedikit lebih keji dari pada mereka yang membiarkan orang cacat antre dengan ribuan orang lainnya untuk bersalaman di SBY?.
Bapak, Ibu, rakyatku Indonesia, kita akan di tertawakan orang lain, mati hanya sia sia. Tapi saya sejenak mencoba menempatkan diri sebagai warga yang antre dibalik pagar istana itu. Saya punya sejuta harapan di benak, jika bertemu presiden. Pak bantu kami si miskin, pak beri uang kami si miskin, pak biaya pendidikan jangan mahal mahal, pak harga beras dan minyak mencekik, pak kami tak mampu beli daging, pak makan ayam goreng adalah hidangan mewah yang setahun sekalipun belum tentu kami rasa.
Pak, ada berjuta tuntutan dari rakyat yang mendudukan anda, di dalam istana, dari mereka yang terpesona penampilan dan buai janji anda saat kampanye. Sudahkah sedikit anda tepati, sudahkah sedikit anda sejahterakan mereka. Joni tak akan buang nyawa nya sia sia, kalau saja orang cacat terperhatikan. Joni dan ribuan warga tak akan antre, kalau saja saat lebaran itu perut mereka terisi dan menikmati sepotong daging atau segenggam yang bukan nasi aking.
Rakyat anda miskin pak. Dan itu tidak sediki, harapan membuncah saat anda mengadakan open house yang hanya merupakan tradisi tahunan. Open house, yang setelahnya anda hanya merasa lelah, cuci tangan, istirahat tanpa membayangkan dengan apa rakyat itu akan pulang, apakah dirumah mereka masih ada makanan untuk satu dua hari mendatang.
Oya, tapi kami masih berterimakasih, ada sepuluh juta penyantun nyawa joni. Sepuluh juta, yang istri joni pun tak berani memegangnya sehingga dititipkan pada polisi.
"Uang santunan sudah dipegang ibu. Tapi karena takut tidak biasa pegang uang banyak jadinya dititipkan sama polisi," terang saksi mata dan orang yang menolong Joni di Istana Negara, Waiman saat ditemui di RSCM, Jakarta Pusat, Jumat (10/9/2010).”
Pak, bu , sudah ya, menjaga hubungan baik dengan sesama manusia, bersilaturahmi memang di ajarkan dalam agama, tapi tidak untuk mati sia sia dengan sepuluh juta, demi bertemu dengan orang yang belum tentu mengundang secara terbuka. Ini formalitas, ini tradisi lebaran, open house. Tak akan mendengarkan keluhan, dari tahun ketahun terjadi. Banyak mungkin yang didengar dari rakyat, tapi adakah yang berubah?
“Terkait dengan meninggalnya Pak Joni, Bapak Presiden sudah mendengar kabar tersebut. Bapak Presiden menyampaikan ucapan turut berduka kepada keluarga korban yang sedalam-dalamnya," kata Juru Bicara Presiden SBY, Julian Aldrin Pasha kepada detikcom, Jumat (10/9/2010). SBY sangat menghargai dan mengapresiasi keinginan dari almarhum Joni untuk bersilaturahmi. Meskipun, SBY tidak pernah mengundang secara langsung.
Tapi paling tidak Joni Malela lepas dari derita hidup yang ia jalani,tak perlu lagi antre tahun depan demi mengeluhkan beratnya hidup di negeri ini bagi si miskin, pak Joni. Istirahlah dalam damai. Terimakasih pak'e. Terimakasih juga untuk yang telah menggelar acara open house.
Tuesday, 31 August 2010
Aku tahu aku mencintaimu setelah aku mati
Hey malam, apa kabar. Lama tak menyapa. Ini artinya lama aku tak terluka dan tak jatuh cinta.
Dini hari juga masih saja sendiri, setia menemani ku. Pelan pelan disini mulai tertata. Malam, sebentar lagi aku mungkin tak akan mendampingimu lagi.
Sebentar lagi mungkin aku ingin kau berjalan lebih lambat. Karena aku ingin menikmati setiap detik bersamamu malam, yang ditemani dirinya. Bagaikan cinta edward kepada bella, gravitasi tak lagi alasan bersandar pada bumi. Tapi cintaku pada nya lah yang menjadi sandaran aku berpijak.
Malam , tidakkah kau rindu saat aku tersenyum lagi. Walaupun aku tahu senyum itu palsu, dan hanya sejenak saja. Tapi merasakan senyum tergaris kembali di wajah yang sudah keras menahun, rasanya tak terlalu buruk juga, malam.
Malam, kini setiap detik yang ku lalui tak ingin tersia sia. Aku ingin menikmati wajah nya yang tenang saat terlelap, menatap, raut tanpa cela itu. Aku ingin terjaga, agar bisa menyaksikan kedamaian saat ia terpejam. Aku ingin mengikuti setiap irama nafas dan detak jantung nya saat ia tak sadar bahwa aku ada menjaga lelapnya. Dan aku ingin terjaga,untuk menyapu air mata diujung mata indahnya. Air mata?
Malam, tapi aku tak bisa menyentuhnya dengan jariku yang penuh cinta. Aku panik, aku tak bisa merasakan nafasnya menyapu wajahku lagi. Setiap genggamku tak bisa menyentuh indahnya dia. Aku terlambat malam, aku terlambat mengatakan bahwa aku sangat menyintainya melebihi jiwa ku. Aku terlambat menyampaikan alasanku bertahan selama ini, yaitu cintanya. Aku terlambat menunjukkan bahwa diriku adalah bagian dirinya yang tak mungkin terpisahkan.
Kini aku hanya bisa menyaksikan tidurnya, tanpa bisa merasakan nafasnya, tanpa bisa menggenggamnya, tanpa bisa menyapu airmatanya yang terjatuh karena aku. Karena kematianku, karena kepergian. Aku mati malam. Dan aku terlambat mengatakan bahwa aku mencintainya, lebih dari cinta hawa pada adam.
Malam, aku ingin memutar kembali waktu sekali saja, dari ribuan hari yang telah berlalu, untuk mengatakan aku mencintanya malam.
Tuesday, 27 July 2010
aku cintaku dan beku
Ini titik titik hujan yang jatuh, persis di hatiku yang beku.
aku beku menunggu cintamu
aku beku karena cintamu
aku beku melihatmu bercinta dengannya
aku beku saat kau kecup dia
aku beku saat kau bahagia menggenggamnya
Aku beku saat kau membangun mahligai dengannya
Aku beku saat kau memadu kasih dengannya
Tapi aku tak beku saat kau menangis karenanya
Aku tak beku saat kau terluka karenanya aku tak beku saat dia tinggalkanmu
aku tak beku saat kau ingin mati karena cinta nya tinggalkan mu
Aku masih ada menghangatkan mu
Aku masih ada utk mencintaimu
Aku masih ada mengajarkan mu berkasih lagi
Karena cintaku tak pernah beku untuk mu
Karena cintaku bagaikan bara untuk mu
Sunday, 25 July 2010
aku masih terpenjara masa lalu
Aku berkecamuk, aku galau. Buku ini kubalik dan kubalik lagi. Sambil menatap gadget canggih di tangan, bertuliskan nama nya di contact list ku. Ya, tidak, iya , tidak. Hanya dua kata itu saja yang terus ada dibenakku. Iya, karena aku tau, mata nya yang cerdas telah membiusku. Tidak, karena, seperti biasa, di saat hati ku mulai berbicara, rasa percaya diri seolah runtuh dan terbang oleh debu. Ini beda, dengan yang biasa aku hadapi.
Biasanya, mereka mengejarku, hingga tertatih. Dan kemudian di penghujung jalan, aku akan tertawa puas dan hanya melirik. Tapi ini, lain. Bahkan pagi ini aku tak menyapa matahari. Takut berlebihan yang aku rasa. Sampai sampai mataharipun akan menghanguskan aku dengan cahayanya yang hangat.
Sayup sayup, dari layar kaca aku mendengarkan lagu itu, lagi. Seketika semua buyar. Bahkan biusan mata nya pun hilang. Detik itu juga aku tersadar, bahwa bayangan masa lalu itu sesungguhnya tidak pernah pergi dari lubuk hati.
Aku hanya bisa menarik nafas panjang, sambil mengumpat diri sendiri. Ternyata oh ternyata, selama ini aku telah ditipu hatiku sendiri. Bangsat! Cinta ini memang bangsat, bahkan aku yang cerdas sangat, tak sadar telah di perbudak dan dikekang nya. Dia , tak pernah benar benar pergi dari sini (hatiku).
Tuhan oh Tuhan, Kau memang luar biasa Tuhan. Dengan bentuk anugerah Mu yang ini.
Rasa. Rasa adalah anugerah yang luar biasa. Entah itu rasa sakit, rasa benci, rasa cinta dan rasa sayang. Tuhan, aku masih saja terpenjara masa laluku. Meski otak dan mulutku berkata tidak. Tapi gumpalan daging merah di dadaku masih berkata sejuta iya.
Kembali menatap gadget canggih di tanganku. Hanya melihat sejenak, aku langsung beralih ke gadget canggih lain. Mulai mengetik namanya. Aku cemas, tak menemukan namanya. Tak bisa kutemukan lagi di dunia maya.
Secara fisik, dia benar benar tak ada lagi. Tapi, lagi lagi bangsat, secara rasa, dia masih menguasai hatiku. Aku masih terpenjara masa lalu. Ampun, aku masih merindukanmu, ternyata.
we are the heart breaker
Aku tidak berambut panjang yang terurai seperi mayang.
Aku tidak pakai rok mini mengumbar paha pada setiap pejantan.
Aku tidak berkata manis untuk mendapat balas yang lebih manis.
Tapi aku punya ketulusan.
Dia bertekuk di ujung kaki mu karena harta, sedangkan kau berdiri diatas kepalanya karena mendamba cinta berkeringat.
Apakah karena rambutku tak terurai, paha ku tak melambai dan cintaku tak berkeringat, maka aku tak pantas di sebut wanita?
Aku wanita, aku memilih sendiri cintaku. Telah lewat masa nya kalian memilih kami.
Aku wanita, tak akan mengemis cinta hanya karena butuh naungan. Tak lagi kini.
Aku wanita, berdiri dengan kedua kakiku, serta kalian sebagai alasnya.
Ya, karena kini semua sudah berbeda bagiku.
Hei, apakah itu amarah yang ada dimatamu? Mengapa? Karena kau membaca pesanku ini?
Hei, apakah tak terbersit bahwa aku punya rasa marah yang sama dengan mu, ketika kau berlaku seperti ini?
Ya, kini kau tau rasanya bukan?
Ya karena kita berawal pada satu titik yang sama, aku adalah kau yang membuatku ada. Dan aku adalah kau yang akan membuatku tiada.
Camkan itu.
Saturday, 24 July 2010
ini bukan sekedar cinta, ini belahan jiwa
Dan langkah merekapun beriringan menuruni anak tangga itu. Hanya karena memuaskan rasa penasaran, orang orang disekitar, mereka jalan beriringan.
Tapi sebenarnya siapa yang tau bahwa sebenarnya merekapun menginginkan langkah beriringan itu, tanpa mereka sadari.
Berawal dari tatapan yang beradu, tersungging senyum yang tersipu. Dunia maya itu telah menyatukan mereka.
Tapi mereka juga masih ragu, apakah itu hanya rasa sejenak yang menggebu. Atau sebaliknya, rasa yang sesungguhnya telah mereka damba sekian lama, dalam angan.
Sehingga, pilihan untuk meninggalkan apa yang telah mereka putuskan bersama dengan masing masing cintanyapun, terabaikan.
Karena mereka sama sama meyakini, “bahwa kekasih yang sekarang ini mendampingi adalah belum tentu belahan jiwa masing masing”.
Sehingga saat tatap itu beradu, ada rasa yang luar biasa. Melebihi rasa yang ia dan dia rasakan masing masing kepada orang yang pernah dan saat ini tengah mengisi hati meraka .
Entah hanya euphoria sesaat, atau untuk selamanya. Tapi tak ada yang pernah tahu.
Sama seperti tak tahu nya, bahwa kekasih dan istri atau suami mereka adalah bukan belahan jiwa mereka. Dan belahan jiwalah yang selama ini ternyata aku, kau dan dia dambakan.
Sama seperti tak tahunya bahwa, Tuhan sebenarnya telah menyiapkan belahan jiwa bagi setiap umat nya, terlepas dari kekasih,istri dan suami.
Dan itu ada padamu, yang baru aku temui beberapa menit. Tanpa tahu masa lalu dan apa yang terbentang di depanmu. Karena ini bukan sekedar cinta, karena ini adalah belahan jiwa.
Tapi sebenarnya siapa yang tau bahwa sebenarnya merekapun menginginkan langkah beriringan itu, tanpa mereka sadari.
Berawal dari tatapan yang beradu, tersungging senyum yang tersipu. Dunia maya itu telah menyatukan mereka.
Tapi mereka juga masih ragu, apakah itu hanya rasa sejenak yang menggebu. Atau sebaliknya, rasa yang sesungguhnya telah mereka damba sekian lama, dalam angan.
Sehingga, pilihan untuk meninggalkan apa yang telah mereka putuskan bersama dengan masing masing cintanyapun, terabaikan.
Karena mereka sama sama meyakini, “bahwa kekasih yang sekarang ini mendampingi adalah belum tentu belahan jiwa masing masing”.
Sehingga saat tatap itu beradu, ada rasa yang luar biasa. Melebihi rasa yang ia dan dia rasakan masing masing kepada orang yang pernah dan saat ini tengah mengisi hati meraka .
Entah hanya euphoria sesaat, atau untuk selamanya. Tapi tak ada yang pernah tahu.
Sama seperti tak tahu nya, bahwa kekasih dan istri atau suami mereka adalah bukan belahan jiwa mereka. Dan belahan jiwalah yang selama ini ternyata aku, kau dan dia dambakan.
Sama seperti tak tahunya bahwa, Tuhan sebenarnya telah menyiapkan belahan jiwa bagi setiap umat nya, terlepas dari kekasih,istri dan suami.
Dan itu ada padamu, yang baru aku temui beberapa menit. Tanpa tahu masa lalu dan apa yang terbentang di depanmu. Karena ini bukan sekedar cinta, karena ini adalah belahan jiwa.
Sunday, 11 July 2010
bom waktu di dapur mereka
berkata dibawah bintang, di atas rumput hijau di antara semilir angin, tapi dalam mimpi.
dan mimpi itu terputus ketika lagi lagi rakyatku meledak? teroris? bukan bentuk teroris biasa.
teror dari mereka yang seharusnya mengayom rakyatku.
teror dari mereka yang seharusnya memperbaiki kehidupan rakyatku.
teror dari mereka yang meraup keuntungan dari rakyatku.
teror dari mereka yang menjadi lintah jenis baru bagi rakyatku.
kesulitah hidup rakyatku menjadi sumber bisnis bagi mereka.
tidak ada yang salah dengan tabung gas 3 kilogram itu, jika saja semua infrastruktur telah di siapkan.
tidak ada yang salah dengan tabung gas itu, jika mereka memberikan barang dengan kualitas bagus.
tidak ada yang salah juga jika pengadaan tabung dan selang yang berkualitas dan dengan tender yang jelas.
tapi tidak ada juga siapapun yang hendak aku persalahkan.
salahkan lah selalu kami yang miskin yang bodih yang tak mengerti menggunakan kompor gas?
salahkanlah kami yang tinggal diligkungan padat, sehingga bakar satu habis semua?
salahkan juga kami yang tidak mampu membeli peralatan dengan kualitas bagus?
tidak, bukan salah kami juga, kalau mereka yang seharusnya mengayomi rakyat, telah meletakkan bom waktu di masing masing dapur kami.
bom waktu yang setiap saat siap merenggut kami yang bodoh yang miskin dan yang kecil.
sementara, kau, mereka yang seharusnya mengayomi , tidak berbuat apa, selain menyalahkan dan berdebat mempermasalahkan.
kami yang miskin lebih serba salah,memakai gas takut meledak, memakai minyak tanah, lebih mahal dari nasi kami sepiring.
lebih baik kami tidur dan bermimpi saja, hidup ini lebih baik. bukan disini , disana atau entah di mana.
Saturday, 20 March 2010
Aku Hanya Mahkluk
Dan akupun terbuai Tuhan, oleh apa yang kata nya telah kau tuliskan.
Dan aku tidak mempertanyakan di awal.
Tapi waktu terus berjalan, hingga tibalah pada saat tanya itu.
Aku lari, lebih cepat ke depan, atau ke belakang?
Entah, tapi aku tak mencoba dua duanya.
Oh, Tuhan, disini Kau rupanya. Jadi masih ingat ada nya Aku di dunia?.
Bukannya Kau yang menitipka ruh itu pada nya.
Agar ia bisa berbuat dosa dan pahala.
Tapi Kau lupa Tuhan, aku ini mahkluk.
Kau tau maksut ku bukan?
Iya aku hanya mahkluk, jadi aku rasa aku tak bisa ikut semua garismu.
Tapi entah, mungkin garis ini berakhir indah.
Tapi hanya saja aku mahkluk yang tidak cukup kuat, tidak cukup berani, tidak cukup waras, untuk meniti garis ini hingga akhir.
Jadi bagaimana Tuhan?
Apakah aku masih akan Kau coba?
Apakah aku masih akan Kau tunggu?
Atau mungkin aku tidak terpilih untuk menuju akhir dari garis itu.
Hey, apakah iya aku bisa mempertanyakan atau menawar?
Aku hanya mahkluk!
Saturday, 16 January 2010
Dia suka mengumpat. Bukan tanpa alasan. ya?
Fuck,Damn ,Asshole..boleh dong mengumpat. Umpatan ini tak tertuju pada anda yang membaca.
Terkadang keluhan harus dikeluarkan, tapi bagaimana jika tak ada ruang untuk itu?.
ini menjadi ruang bagi dia, anda dan mereka.
Mengumpatlah, kau senang melakukan itu. Aku juga senang mengumpat.
Tapi terkadang tak tertuju pada suatu apa.
Ini hanya kekesalan yang tertahan begitu lama, keadaan tak mungkin di persalahkan.
Malam itu ia menerima pesan singkat yang menghentakkan dada, memicu emosi jiwa. Dan keluarlah umpatan itu.
Kau, ya kau cobalah sekali saja mengumpat. Sesak didada itu tak hilang, hanya berkurang.
Sedikit saja, tidak membantu memang. Tapi dia merasakan manfaatnya, begitu katanya.
Dia begitu kesal, orang itu memang telah banyak sekali membantunya. Tapi itulah manusia, selalu merasa superior diantara sesamanya.
Sedikit berlebih, terasa diri bagai pemilik dunia. Seolah semua hendak di hitung dengan rupiah, serasa masalah selesai dengan rupiah.
Dia tak bisa berbuat apa, akibat budi yang tersisa. Itulah manusia, bukan nabi yang membantu tanpa pamrih. Tapi selalu mengaku menjadi pengikut nabi, namun dengan segala kejelekkan setan yang mengiringi.
Tapi dia mengaku lelah, terkadang. Ia ingin menghentikan roda itu, yang di sebut waktu.
Ini sudah terlalu jauh, kita kembali pada umpatan.
oya, dia bercerita ingin mengumpat orang yang telah membuatnya berhutang budi.
Dia ingin,sekali saja menjadi superior dari orang yang menolong nya dulu.
Bukan tanpa alasan, karena terlalu lelah terinjak.
Nalurinya membuat dia ingin berontak.
Apakah dia di ijinkan membunuh?
Terkadang keluhan harus dikeluarkan, tapi bagaimana jika tak ada ruang untuk itu?.
ini menjadi ruang bagi dia, anda dan mereka.
Mengumpatlah, kau senang melakukan itu. Aku juga senang mengumpat.
Tapi terkadang tak tertuju pada suatu apa.
Ini hanya kekesalan yang tertahan begitu lama, keadaan tak mungkin di persalahkan.
Malam itu ia menerima pesan singkat yang menghentakkan dada, memicu emosi jiwa. Dan keluarlah umpatan itu.
Kau, ya kau cobalah sekali saja mengumpat. Sesak didada itu tak hilang, hanya berkurang.
Sedikit saja, tidak membantu memang. Tapi dia merasakan manfaatnya, begitu katanya.
Dia begitu kesal, orang itu memang telah banyak sekali membantunya. Tapi itulah manusia, selalu merasa superior diantara sesamanya.
Sedikit berlebih, terasa diri bagai pemilik dunia. Seolah semua hendak di hitung dengan rupiah, serasa masalah selesai dengan rupiah.
Dia tak bisa berbuat apa, akibat budi yang tersisa. Itulah manusia, bukan nabi yang membantu tanpa pamrih. Tapi selalu mengaku menjadi pengikut nabi, namun dengan segala kejelekkan setan yang mengiringi.
Tapi dia mengaku lelah, terkadang. Ia ingin menghentikan roda itu, yang di sebut waktu.
Ini sudah terlalu jauh, kita kembali pada umpatan.
oya, dia bercerita ingin mengumpat orang yang telah membuatnya berhutang budi.
Dia ingin,sekali saja menjadi superior dari orang yang menolong nya dulu.
Bukan tanpa alasan, karena terlalu lelah terinjak.
Nalurinya membuat dia ingin berontak.
Apakah dia di ijinkan membunuh?
Subscribe to:
Posts (Atom)